Laman

Senin, 18 Januari 2016

Psikologi dakwah, hubungan antara da'i dan mad'u



DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR                                                                                                           2
DAFTAR ISI                                                                                                                          3
PENDAHULUAN                                                                                                                 4
A.    Latar Belakang                                                                                                            4
B.     Rumusan Masalah                                                                                                       5
PEMBAHASAN                                                                                                                    6
1.      Siapakah Da’i ?                                                                                                           6
2.      Siapakah Mad’u ?                                                                                                       7
3.      Hubungan Antara Da’i dan Mad’u                                                                             8
4.      Model-model Hubungan Da’i dan Mad’u                                                                  10
PENUTUP                                                                                                                              13
A.    Kesimpulan                                                                                                                 13
DAFTAR PUSTAKA                                                                                                                        14







PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Dalam perjalanan sejarah selama abad-abad yang lalu psikologi ilmiah dan agama telah saling bersentuhan. Perjumpaan itu tidak terlalu bersahabat. Penafsiran psikologis atas agama kerap dilihat sebagai campur tangan yang tidak pada tempatnya, dan agama memandang psikologi sebagai “ilmu nakal” yang menangani masalah manusia dengan pandangan yang sempit. Sebaliknya psikologi kadang-kadang mencap agama sebagai gejala ketidakdewasaan dalam hidup manusia. Dari perjumpaan itu, entah bersahabat atau tidak, lahir kekayaan informasi yang bermanfaat. Informasi itu berkaitan dengan hubungan antara sistem kepercayaan keagamaan dan hidup manusia sendiri sejauh mana kepercayaan keagamaan menghambat atau mendukung hidup manusia.
Psikologi Dakwah merupakan ilmu yang mengkaji tentang gejala-gejala yang berhubungan dengan Interaksi sosial kemasyarakatan antara da’i dan mad’u oleh karena itu dalam diri manusia selalu terdapat beberapa elemen yang layak untuk kita ketahui bersama, guna mempermudah kita sebagai makhluk sosial dalam bermasyarakat. Oleh karena itu penting sekali mengkaji tentang unsur-unsur yang ada dalam diri manusia.
Dalam melaksanakan proses dakwah akan menghadapi berbagai keragaman dalam berbagai hal, seperti pikiran-pikiran, pengalaman, kepribadian, dan lain-lain. Keragaman tersebut akan memberikan corak dalam menerima pesan dakwah, karena itulah untuk mengefektifkan sorang da’i ketika menyampaikan pesan dakwah kepada mad’u diperlukan memahami psikologi yang mempelajari tentang kejiwaan.
Psikologi dakwah juga diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tingkah laku manusia yang merupakan cerminan hidup kejiwaannya untuk diajak kepada pengalaman ajaran-ajaran islam demi kesejahteraan hidup manusia di dunia dan di akhirat.
Pada proses dakwah yang bermaksud untuk mengubah sikap kejiwaan seorang mad’u, maka pengetahuan tentang psikologi dakwah menjadi sesuatu yang sangat penting. Jika dilihat dari segi psikologi, bahwa dakwah dalam prosesnya dipandang sebagai pembawa perubahan, atau suatu proses. Dari segi dakwah, psikologi banyak memberi jalan pada tujuan dakwah pemilihan materi dan penetapan metodenya. Bagi seorang da’i dengan mempelajari metode psikologi dapat memungkinkan mengenal berbagai aspek atau prinsip yang dapat menolongnya dalam meneliti tingkah laku manusia dengan lebih kritis dan juga dapat memberikan kepadanya pengertian yang lebih mendalam tentang tingkah laku. Psikologi memberikan jalan bagaimana menyampaikan materi dan menetapkan metode dakwah kepada individu manusia yang merupakan makhluk yang berjiwa dan memiliki kepribadian.
Dalam pembahasan kali ini mudah-mudahan dengan sedikit dikupas tentang masalah ini, akan memberikan penerangan kepada kita semua.

B.     Rumusan masalah

1.      Siapakah Da’i ?
2.      Siapakah Mad’u ?
3.      Bagaimana Hubungan Antara Da’i dan Mad’u ?
4.      Bagaimana Model-model Hubungan Da’i dan Mad’u ?







  

PEMBAHASAN
1.      Siapakah Da’i
            Menurut Ahmad Suyuti Da’i atau mubaligh adalah berasal dari bahasa Arab “balagha yubalighu” yang berarti orang yang menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat penerima dakwah.
      Da’i dibagi menjadi dua kriteria yaitu umum dan khusus. Secara umum adalah setiap muslim dan muslimat yang berdakwah menjadi kewajiban yang melekat tidak terpisahkan dari misinya sebagai penganut Islam sesuai dengan perintah “sampaikanlah walau Cuma satu ayat” Sedangkan secara khusus adalah mereka yang mengambil keahlian khusus dalam bidang dakwah Islam dengan kesungguhan dan qodrah khasanah.
      Da’i berfungsi sebagai penyampai kebenaran ajaran tauhid, dan membersihkan jiwa manusia dari kepercayaan-kepercayaan yang keliru.
Sifat-sifat yang harus di miliki oleh seorang Da’i :
a.       iman dan taqwa kepada Allah
b.     Tulus ikhlas dan tidak mementingkan kepentingan diri pribadi
c.       Ramah dan penuh pengertian
d.      Tawadlu’ (rendah diri)
e.       Sederhana dan jujur
f.       Tidak memiliki sifat egoisme
g.      Sifat semangat
h.      Sabar dan tawakal

            Ulama, Mubaligh maupun Da’i harus bertanggung jawab atas kesalahan-kesalahan dan kekeliruan-kekeliruan yang merintangi jalannya risalah yang mereka emban untuk diteruskan dalam peradaban manusia.
            Banyak para Da’i yang kehilangan metode untuk keberhasilan dakwah dan mengislamkan manusia. Seandainya saja islam tidak mempunyai karakter menyebar dan meluas karena kemudahan ajarannya dan respon dari naluri, tidak mustahil negeri-negeri islam akan dirampas oleh orang lain.
            Penyebab utama permasalahan para Da’i ini adalah karena hampir mayoritas para Da’i tidak memiliki profesionalitas dan tidak dibarengi dengan hikmah, keikhlasan dan pengorbanan yang besar. 
Ini lah rahasia al-qur’an ketika memberikan orientasi pada proses dakwah pertama
Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberikan peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka” (QS. Al-Ghasiyyah: 21-22)
Dan tidaklah kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya, melainkan dengan benar. Sesungguhnya saat kiamat itu pasti akan datang, maka maafkan lah (mereka) dengan cara yang baik, (QS. Al-Hijr: 85)
Maka berpalinglah kamu dari mereka dan tunggulah, sesungguhnya mereka juga menunggu,” (QS. As-Sajdah:30)
Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik,” (QS. Al-Muzammil: 10)

Berangkat dari sini kita akan mengetahui kenapa allah menuntut para Da’i untuk bersabar dalam menerangkan metodenya, tidak mudah bosan mengajak orang-orang yang kebingungan dan berani menanggung beban kesengsaraan dari akibat yang ditimbulkan gesekan-gesekan tradisi, dengan harapan ia bisa mendapatkan kesempatan untuk memasukkan cahaya petunjuk kedalam jiwa manusia.


2.      Siapakah Mad’u
Object Dakwah (mad’u) adalah merupakan sasaran dakwah. Yang tertuju pada masyarakat luas, mulai diri pribadi, keluarga, kelompok, baik yang menganut Islam maupun tidak.
berdasarkan data-data rumpun mad’u , dapat dikelompokkan dengan lima tinjauan, yaitu:
a)      Mad’u ditinjau dari segi penerimaan dan penolakan ajaran Islam, terbagi dua, yaitu muslim dan non-muslim.
b)      Mad’u ditinjau dari segi tingkat pengalaman ajaran agamanya, terbagi tiga, dzalimun linafsih, muqtashid dan sabiqun bilkhaerat.
c)      Mad’u ditinjau dari tingkat pengetahuan agamanya, terbagi tiga, ulama, pembelajar dan awam.
d)     Mad’u ditinjau dari struktur sosialnya, terbagi tiga; pemerintah (al-Mala’), masyarakat maju (al-Mufrathin) dan terbelakang (al-Mustadh’afin).
e)      Mad’uditinjau dari priorotas dakwah, dimulai dari diri sendiri, keluarga, masyarakat, dst.
Berdasarkan temuan psikologi agama, latar belakang psikologis, baik di peroleh berdasarkan faktor intern maupun hasil pengaruh lingkungan memberi ciri pada pola tingkah laku dan sikap seseorang dalam bertindak. Pola seperti itu memberi bekas pada sikap seseorang terhadap agama. William James melihat adanya hubungan tingkah laku keagamaan seseorang dengan pengalaman keagamaan yang dimilikinya itu.
            Dalam bukunya The Varietes Of Religious Experience William James menilai secara garis besar sikap dan perilaku keagamaan itu dapat dikelompokan menjadi 2 tipe, yaitu :
·         Tipe orang yang sakit jiwa
·         Tipe orang yang sehat jiwa
Kedua tipe ini menunjukan perilaku dan sikap keagamaan yang berbeda, begitu pula cara penanganan bagi seorang Da’i.
·         TIPE ORANG YANG SAKIT JIWA
-          Temperamen
-          Gangguan jiwa
-          Konflik dan keraguan
-          Jauh dari Tuhan
Pada umumnya orang yang sakit jiwa cenderung menampilkan sikap pesimis. Dengan demikian Da’i ditantang harus lebih extrim dalam menanganinya.
·         TIPE ORANG YANG SEHAT JIWA
-          Optimis dan gembira
-          Ekstrovet dan tak mendalam
-          Menyenangi ajaran ketauhidan yang liberal

3.      Hubungan Antara Da’i dan Mad’u
            Dalam kegiatan dakwah selalu terjadi proses interaksi sosial, yaitu hubungan antara Da’i dan Mad’u. Interaksi sosial dalam proses dakwah ini ditujukan untuk mempengaruhi mad’u yang akan membawa perubahan sikap prilaku seperti mempererat tali perasaudaraan dengan silaturahmi dan meneladani kepribadian yang baik dari sang Da’i.
            Dakwah merupakan suatu upaya untuk merealisasikan ajaran Islam ke dalam kehidupan manusia. Langkah pertama dalam sebuah dakwah yaitu hadirnya orang-orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh yang makruf dan mencegah yang munkar. Kelompok inilah yang disebut subjek dakwah (da’i). Da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan maupun tulisan ataupun perbuatan baik secara individu, kelompok, atau berbentuk lembaga.
            Selain itu unsur kedua terwujudnya suatu kegiatan dakwah yaitu adanya orang yang menjadi sasaran dakwah. kelompok atau orang inilah yang disebut dengan mad’u. Antara da’i dan mad’u terdapat hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Seorang da’i dalam aktivitas dakwahnya harus terlebih dahulu memahami kondisi dan karakter mad’u. Begitu pula seorang mad’u harus memandang seorang da’i dari segi kredibilitas yang dimiliki oleh seorang da’i.
            Dalam ilmu kedokteran dikenal istilah psikosomatik ( kejiwabadanan ). Dimaksudkan dengan istilah tersebut adalah untuk menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang erat antara jiwa dan badan. Jika jiwa berada dalam kondisi yang kurang normal seperti susah, cemas, gelisah dan sebagainya maka badan turut menderita.
            Kesehatan mental adalah suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman, dan tentram. Upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara risignasi ( penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan ). Maka dari itu  Da’i sangat berperan dalam upaya tersebut.
            Citra da’i yang dijadikan panutan adalah mereka yang memiliki ketokohan karena keulamaannya. Idealnya sikap seorang dai yang menjadi teladan itulah da’i yang memiliki kecakapan, kedewasaan, kejujuran, keberanian dan kepantasan. Namun Problematika yang sering muncul dalam pelaksanaan dakwah sekarang ini adanya mad’u yang memiliki tingkat pemahaman yang kurang terhadap karakteristik da’i yang harus dijadikan suri tauladan.
            Secara fenomenal di era serba praktis dan ekonomis ini muncul realitas baru yang menjadi warna tersendiri dalam dunia dakwah, yaitu da’i ngetren, popular, dan memiliki penggemar layaknya seorang aktor dan aktris yang manggung di dunia selebritas. Hal itulah yang menjadi pendorong minat mad’u untuk mengikuti kegiatan dakwah. Semakin tinggi popularitas da’i akan akan semakin tinggi pula minat mad’u untuk mengikuti kegiatan tabligh.
Seorang da’i manakala ingin agar pesan dakwahnya dipahami maka dakwahnya itu harus disampaikan dengan pendekatan psikologis, yakni sesuai dengan tingkatan dan kebutuhan jiwa mad’u. Dakwah seperti itulah yang disebut dakwah persuasif. Sesuai dengan ungkapan Nabi yang artinya: “Berbicaralah kepada orang sesuai dengan kadar akal mereka.”
Kadar akal dapat dipahami sebagai tingkatan intelektual, biasa juga dipahami sebagai cara berpikir, cara merasa dan kecendrungan kejiwaan yang lainnya.
jika seorang da’i berdakwah setiap hari, tetapi masyarakat tidak faham, malah mereka jengkel kepadanya, mereka tidak membantu program-programnya, jurang pemisah kepada mereka semakin lebar, itu semua merupakan indikasi bahwa dakwah dari da’i tersebut tidak efektif.

4.      Model-model Hubungan Da’i dan Mad’u
A.    Motivasi Tingkah Laku
            Para psikologi membatasi konsep motivasi pada faktor-faktor yang menguatkan perilaku dan memberikan arahan pada perilaku itu. Bahwa yang dimaksud dengan motivasi adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku ke suatu tujuan atau perangsang. Suatu organisme yang di motivasi akan melakukan aktivitasnya secara lebih giat dan lebih efisien dibandingkan dengan organisme yang beraktivitas tanpa motivasi.
B.     Interaksi Sosial
Interaksi sosial diartikan sebagai suatu bentuk hubungan antara dua orang atau lebih. Dimana tingkah laku seseorang diubah oleh tingkah laku yang lain, perubahan tingkah laku tersebut terjadi melalui dorongan antar pribadi dan respons antarpribadi yang bersifat biologis proses tersebut berlangsung timbal balik

C.       Komunikasi
            Komunikasi adalah suatu faktor yang penting bagi perkembangan hidup manusia sebagai makhluk sosial. Tanpa mengadakan komunikasi individu tidak mungkin dapat berkembang dengan normal dalam lingkungan sosial
D.    Leadership (Kepemimpinan)
            Dalam kepemimpinan terdapat hubungan antar manusia, yaitu hubungan memengaruhi dan hubungan kepatuhan ketaatan para pengikut kepada sang pemimpin.
Faktor-faktor adanya hubungan atau interaksi sosial :
a. Faktor Imitasi
            Imitasi memiliki nilai positif terutama dalam bidang pendidikan dan perkembangan individu, dimana imitasi dapat merangsang perkembangan watak seseorang. Imitasi juga dapat mendorong individu atau kelompok untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan baik. Sedngkan segi negatifnya, hal-hal yang salah ataupun secara moral ditolak selain itu, imitasi ini menimbulkan terhambatnya perkembangan berfikir kritis artinya adanya peranan imitasi dalam interaksi social dapat memajukan gejala-gejala kebiasaan malas berfikir kritis.
b. Factor Sugesti
            Factor sugesti memegang peranan penting baik dalam pandangan politik, orang tua, pendidik, teman sebaya, yang ikut membantu dalam pembentukan norma kelompok dan prasangka-prasangka social.
c. Factor Identifikasi
            Identifikasi adalah sebuah istilah dalam psikologi Sigmund freud untuk menguraikan mengenai cara seorang anak belajar norma-norma social dari orangtuanya, yaitu kecenderungan bersifat sadar bagi seorang anak.


d. Faktor Simpati
            Simpati dapat idartikan sebagai perasaan tertarik seseorang terhadap orang lain. Seperti halnya prosesi identifikasi timbulnya simpati merupakan proses sadar bagi diri mansuia yang merasa simpati terhadap orang lain. Peranan simpati terlihat dalam hubungan persahabatan antara dua orang atau lebih.


  


PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Interaksi adalah suatu bentuk hubungan antara dua orang atau lebih dimana tingkah laku seseorang diubah oleh tingkah laku yang lain dan dapat menibulkan berbagai dampak dari interaksi timbal-balik antara satu dan yang lainnya, baik dampak positif maupun negatif adapun kaitannya dengan para pegiat dakwah. Adapun factor dasar interaksi yaitu factor imitasi, factor sugesti, factor identifikasi, dan factor simpati. Adapun bentu-bentuk intaraksi meliputi motivasi tingkah laku, interaksi social, komunikasi, leadership (kepemimpinan).
            Dalam kegiatan dakwah selalu terjadi proses interaksi sosial, yaitu hubungan antara Da’i dan Mad’u. Interaksi sosial dalam proses dakwah ini ditujukan untuk mempengaruhi mad’u yang akan membawa perubahan sikap prilaku seperti mempererat tali perasaudaraan dengan silaturahmi dan meneladani kepribadaian yang baik dari sang Da’i. Dengan demikian tujuan dakwah yaitu mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.











DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin. 2004. Psikologi Agama. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
Al-Ghazali, Muhammad. 2002. Memahami Islam. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
Jalaluddin & Ramayulis. 1989. Pengantar Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Kalam Mulia
Crapps, Robert W.1993. Dialog Psikologi dan Agama. Yogyakarta: Kanisius
Thouless, Robert H. 1992. Pengantar Psikologi Agama. Jakarta: Raja Wali Pres

Tidak ada komentar:

Posting Komentar